Oleh: Alwy Akbar Al-Khalidi
Virus Infeksi Corona atau Covid-19 resmi dinyatakan sebagai pandemi, status pandemi global Covid-19 virus berbahaya ini sudah menyebar ke sebagian besar wilayah dunia. Jumlah yang tertular dan korban meninggal terus bertambah selagi pengobatannya yang efektif belum ditemukan. Perkumpulan massa dalam jumlah besar telah dikeluarkan untuk menghindari proses penularan seperti sekolah, kampus, tempat hiburan, konferensi, dan termasuk di antara kegiatan ibadah seperti shalat Jumat di Masjid, Negara Islam Iran dan Malaysia telah memindahkan jumatan di masjid. Sebelumnya, Arab Saudi telah menghentikan umrah di Masjidil Haram, Sekolah dan kuliah khusus di Provinsi Aceh diliburkan hingga 31 Mei 2020, semuanya dilakukan oleh Pemerintah untuk mencegah penularan dan memutus mata rantai Covid-19.
Saat ini di Indonesia per 6 April 2020 jumlah pasien yang positif terinfeksi Virus Corona telah mencapai 2,491 orang, 209 di antara diterima dunia dan 192 pasien diterima pulih. Juru Bicara Pemerintah khusus penganangan Covid-19 Achmad Yurianto menyetujui ada penambahan 218 kasus versus kemarin. Sementara untuk Provinsi Aceh, ODP mencapai 1.239 orang, 5 orang setuju Positif setuju corona dan 2 orang pasien meninggal dunia. Virus ini mengeluarkan penyakit lepra dampak menular tetapi tingkat bahayanya jauh lebih besar karena dapat mematikan dalam waktu yang singkat. Kontak langsung antara penderita dengan orang lain.
Di Negeri Islam seperti Malaysia, Indonesia Palestina, Kuwait, Turki, Tajikistan, dan Iran rasa takut akan ditransmisikan Covid-19 melalui jamaah shalat di masjid dapat dilihat dari dikeluarkannya fatwa yang meniadakan sementara shalat Jum’at dalam beberapa waktu sampai normal kembali. Sebagai gantinya umat Islam di negara-negara tersebut diperintahkan untuk melakukan shalat Dzuhur di rumah masing-masing. Sementara di Provinsi Aceh, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh atau MPU Aceh telah mengeluarkan Taushiyah MPU Aceh Nomor 4 tahun 2020 tentang pelaksanaan ibadah dan kegiatan sosial keagamaan lainnya dalam kondisi darurat, kemudin langkah selanjutnya, Taushiyah MPU Aceh, pelaksanaan shalat berjamaah, mulai mencari pola fisik menjauhkan atau jarak fisik antar jamaah, Pelaksanaan shalat berjamaah dengan jarak fisik lebih dari satu meter itu mulai diterapkan saat shalat Dzuhur, Rabu (1/4/2020). Cara ini untuk menghindari penyebaran virus corona atau Covid-19 lebih luas.
Fatwa-fatwa Ulama dari berbagai Negara tersebut ditanggapi oleh beberapa pihak di kalangan umat Islam termasuk di Indoensia khusus Aceh. Mereka menyetujui tidak ada alasan untuk meniadakan shalat Jumat dan shalat berjama’ah karena itu adalah perintah Allah SWT, Mereka setuju ditiadakannya shalat Jumat dan jamaah shalat berjama’ah akibat virus Corona telah ditakuti oleh Penciptanya sebagaimana Allah SWT.
Sementara itu semua tidak masuk akal jika mereka para Ulama suka tudingan orang yang kontra fatwa tersebut. Ulama pasti sudah percaya masyarakat karena Khazanah keilmuannya sudah tidak diragukan lagi. Jika memang demikian, maka pertentangannya tidak pada para Ulama, tetapi atas mereka yang menentang fatwa atau taushiyah, Mereka sudah gagal paham terhadap fatwa, karena pada hakikatnya fatwa atau taushiyah dikeluarkan karena rasa takut mereka (ulama) kepada Allah karena Ulama mereka tidak bisa lepas dari tanggung jawab keummatan, sejatinya Mereka sadar betul akan bertanggung jawab di hadapan Allah untuk menjamin keselamatan jiwa umat yang dipimpinnya.
Mengenai Karantina diri / isolasi diri pada saat kondisi seperti ini, Rasulullah SAW juga telah menjelaskan bagaimana sikap kita sebagai Mukmin kompilasi sedang dilanda Wabah yang sangat berbahaya ini,
Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَاناا
“Jika kamu mendengar wabah lepra di suatu negeri, maka janganlah kamu masuki ke dalam negeri, namun jika ia menjangkiti suatu negeri, sementara kalian berada di situ, maka janganlah kalian keluar dari negeri tersebut” (HR. Al-Bukhari).
Wabah lepra dalam hadis ini merupakan contoh sebab di masa lalu, pada saat itu lepra adalah wabah yang populer dan dibutuhkan banyak korban. Sementara hukum karantina / isolasi itu berlaku untuk semua wabah, termasuk Wabah Corona saat ini. Demikian pula Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dia tanyakan tentang penyakit yang dapat menular dengan sendirinya tanpa kendali dari Allah, namun dalam waktu yang sama beliau juga menginstruksikan agar yang sakit tidak bercampur baur dengan yang sehat dapat ditimbulkan penularan.
Rasulullah bersabda:
قال أبو سلمة بن عبد الرحمن سمعت أبا هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا توردوا الممرض على المصح
“Abu Salamah bin Abdurrahman berkata; saya mendengar Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Janganlah kalian mencampurkan antara yang sakit dengan yang sehat”
(HR. al-Bukhari).
Dengan demikian, sangat tidak tepat jika ada seorang Muslim yang meremehkan peredaran wabah atau sebaliknya melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Rasulullah di atas, misalnya dengan menampakkan sebagai pengganti yang menggantikan ketentuan wabah.
Tindakan ini pada hakikatnya bukan karena kecerobohan yang menyebabkan bahaya bagi orang lain. Segala tindakan yang mendatangkan potensi bahaya, secara tuntas tergolong sebagai tindakan haram, sesuai berdasarkan pada aqidah yang benar.
Jadi, untuk Ulama dan Umara dalam segala hal khusus pada saat ini kita semua yang berada dalam masa mencekam karena sedang dilanda Wabah Corona sama juga membahas kita taat pada petunjuk Rasulullah di atas, jangan pakai pengungkit pada Allah, ganti pakai wujud penglihatan agama apa baik dan ikhtiar yang nyata untuk melakukan baik pada sesame Hindarilah prilaku suul adab seperti mencaci maki, interaksi tipuan, ujaran kebencian, bahkan ada yang mempolitisir berita tertentu. Kita semua sangat cinta pada agama kita, tetapi kita juga diperintahkan dalam Al Quran untuk tidak menceburkan diri dalam kebinasaan. Wallahu A’lam
Wallahul muwafiq ila Aqwamitthariq
Penulis adalah Ketua MWC Nahdlatul Ulama Kuta Alam Banda Aceh dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Banda Aceh serta juga menjabat Ketua Umum HMPS Hukum Keluarga UIN Ar-Raniry Banda Aceh