Aceh Besar, 9 Juni 2024 – Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Aceh menggelar wisuda ketiganya yang bertempat di Aula Hotel Permata Hati, Meunasah Manyang, Kec. Ingin Jaya. Acara ini berlangsung khidmat dan dihadiri oleh para wisudawan, keluarga, serta tamu undangan dari berbagai instansi.
Ketua STISNU Aceh, Dr. Tgk. Muhammad Yasir, MA, dalam sambutannya menyampaikan ucapan selamat kepada para wisudawan dan wisudawati yang telah menyelesaikan studi Sarjana. “Ini adalah wisuda ketiga kampus STISNU Aceh. Kami berharap pendidikan bukan hanya berhenti di sini, tetapi perjalanan masih panjang ke depan. Kami berharap para mahasiswa kami juga dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam masyarakat,” ujarnya.
Ketua Yayasan Mahyal Ulum, Abu Faisal Ali, turut memberikan sambutan dan mengucapkan selamat kepada seluruh mahasiswa yang diwisuda. “Ciri khas STISNU adalah mendidik mahasiswa secara akademik sekaligus mengajarkan kitab turats. Belajar kitab turats itu tidak kolot, bahkan di Selangor, Malaysia, mereka datang ke dayah-dayah di Aceh mencontoh pengajaran kitab turats di dayah kita,” ujarnya, berharap para wisudawan dapat mengembangkan kitab-kitab turats tersebut.
Orasi ilmiah pada acara wisuda ini disampaikan oleh Dr. Muslem Hamdani, yang juga Ketua Pergunu Aceh. Dalam orasinya, ia menjelaskan pentingnya menerapkan konsep rabithah dan murabithah. “Konsep rabithah dan murabhithah dalam pendidikan Islam merujuk pada hubungan spiritual dan emosional antara murid dan guru. Bukan sekadar hubungan akademik, tetapi juga mencakup aspek moral dan spiritual. Guru bukan hanya dianggap sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pembimbing spiritual dan teladan moral. Murabhithah adalah bentuk lain dari hubungan intens antara murid dan guru, yang lebih menekankan pada kedisiplinan dan pengawasan terus-menerus dalam proses belajar. Konsep ini sering diterapkan dalam tradisi tasawuf atau sufisme, di mana seorang murid berkomitmen untuk belajar dan mengikuti bimbingan seorang guru spiritual secara mendalam dan disiplin,” ujar Muslem Hamdani, seraya merujuk pada contoh figur Ketua Yayasan Mahyal Ulum, Abu Faisal “Orang yang mengaplikasikan konsep ini memiliki relasi dan koneksi dalam kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, kita berharap agar mahasiswa yang telah diwisuda tidak lupa almamaternya,” tegasnya.
Sambutan wisuda juga disampaikan oleh Prof. Saifullah dari unsur Kopertais Aceh, yang juga Wakil Rektor di UIN Ar-Raniry. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa mahasiswa harus memiliki kemampuan dasar dalam agama. “Pentingnya fiqih ditanamkan kuat, pentingnya ilmu alat seperti nahwu dan sharf untuk memahami agama. Namun, mahasiswa juga harus memiliki kepekaan terhadap tantangan masa depan, yaitu teknologi komunikasi dan informasi. Dunia digital adalah tantangan yang harus siap dihadapi oleh para mahasiswa,” jelasnya.
Prosesi wisuda berjalan khidmat, dimulai dengan pemanggilan para mahasiswa sejumlah 84 orang dari kedua prodi, yaitu Hukum Kekuarga Islam dan Program studi Hukum Ekonomi Syari’ah. Parawisudawan dipanggil satu persatu dimulai dari yang memperoleh predikat Istimewa dan Baik Sekali, kemudian dilanjutkan dengan penyematan tanda kelulusan oleh senat STISNU Aceh. Acara ini menjadi momen bersejarah dan penuh makna bagi para wisudawan dan keluarga mereka.