Banda Aceh — Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Aceh mengkritisi kebijakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang mengatur Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). ISNU Aceh menilai bahwa aturan yang memaksa anggota Paskibraka Muslimah untuk tidak mengenakan jilbab perlu dievaluasi secara serius.
“Kebijakan ini kami anggap ekstrem dan tidak sejalan dengan prinsip Moderasi Beragama yang selama ini digaungkan,” ujar Sekretaris ISNU Aceh Dr Rahmad Syah Putra dalam keterangan tertulis, Rabu (14/8/2024).
ISNU Aceh juga menilai bahwa kebijakan tersebut dapat dianggap sebagai bentuk diskriminasi terhadap umat Islam, khususnya di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah Muslim.
“Aturan ini bertentangan dengan visi Moderasi Beragama dan melanggar hak konstitusional setiap warga negara untuk menjalankan ajaran agamanya,” tambahnya.
Menurut Rahmad yang juga Manager Program dan Kerja sama PKMB UIN Ar-Raniry Banda Aceh, BPIP perlu mencermati kembali dengan baik Sila Pertama Pancasila, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa,” yang menjamin hak setiap warga negara untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Mereka juga mengingatkan bahwa Pasal 28 E ayat (1) dan (2) UUD 1945 dengan tegas menyatakan kebebasan setiap orang untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai keyakinannya.
“Setiap individu berhak untuk menetapkan keyakinan dan menjalankan agama atau kepercayaannya, baik secara pribadi maupun bersama-sama, di tempat umum atau tertutup. Tidak seorang pun boleh dipaksa sehingga terganggu kebebasannya dalam menjalankan agamanya,” pungkas Rahmad. [ ]